Top Ad unit 728 × 90


Breaking News

random
[Payakumbuh][slide][FFFF00]

Gelar Sangsako di Ranah Minang

NerSumbar.Com--Gelar sangsako itu cuma sekedar gelar penghormatan. Diberikan supaya si penerima senang kepada si pemberi. Penyenang hati si penerima, begitulah kira-kira.

Tak ada hak dan kewajiban khusus melekat pada diri si penerima gelar terhadap si pemberi. Walau kadang harapan si pemberi saja terlalu besar kepada si penerima.

Harapan besar itu bisa jadi karena ada 'udang di balik batu'. Karena kebetulan saja sosok yang diberi gelar sedang menjabat di posisi jabatan tertentu yang ada korelasinya dengan kepentingan si pemberi.

Jabatan si penerima gelar bisa jadi dianggap strategis dan dinilai bisa dimanfaatkan oleh si pemberi untuk membantu kepentingan-kepentingan tertentu si pemberi maupun kelompoknya.

Jadi pertanyaan mendasar, kenapa selama ini yang diberi gelar Sangsako adat itu adalah mereka sosok-sosok yang sedang menjabat? Kebetulan atau memang sudah disengaja-kah?

Kalau mereka akan diberi gelar kehormatan juga, karena alasan banyak jasa-jasanya, kenapa tak sabar menunggu sampai tokoh itu purna tugas dulu?

Sebab, biasanya jasa itu dihitung di akhir, bukan di awal. Imbal jasa itu dibayarkan setelah pekerjaan selesai dilaksanakan. Bayar di depan itu, biasa namanya persekot, uang muka alias Down Payment (DP).

Begitulah, jamak ditemukan di ranah minang ini, 'ketidaklogisan''dalam mengukur dan menilai, lalu membalas sebuah kebaikan yang dilakukan seseorang, apalagi itu kebaikan seorang penjabat pusat.

Mungkin karena kita etnis Minang ini kudu melekat sifat pemurah, kali ya? Akhirnya semua 'dimurah-murahkan'. Semua dijual murah. Barang mewah sekalipun dijual murah.

Jariah manantang buliah. Sasampik-sampik balai, anak rajo lalu juo. Bia kapalo baluluak, asa tanduak lai ka makan. Nauzubillahi minzalik. Semoga kita dijauhkan dari sifat demikian.

Padahal, bisa jadi kebaikan yang dilakukan penjabat itu adalah murni karena tugas, kewajiban dan beban tanggungjawab jabatannya. Oleh kita saja (kadang) dianggap berlebihan. Rasa mendapat gunung emas pula.

Kalau yang diperbuat penjabat pusat di ranah minang dianggap jasa yang harus dibalas, padahal itu sebenarnya khitah tugas tanggungjawab jabatannya, ini perlu dipertajam lagi pisau menganalisisnya.

Misalnya, balas jasa ke penjabat dengan memberikan gelar Sangsako. Apakah bisa gelar diberikan, hanya dengan modal argumen, alibi dan pendapat satu, dua orang atau sekelompok orang saja?

Padahal, pemberian gelar Sangsako yang notabene secara umum adalah bentuk penghormatan adat Minang kepada sosok penerima, mesti memenuhi sederet syarat dan ketentuan.

Ada rangkaian proses yang mesti dijalankan. Ada hal-hal tertentu yang sifatnya spesifik dan detail yang butuh penelusuran, butuh penilaian super bijaksana sebelum diambil keputusan.

Misalnya, soal budi yang diperbuat si calon penerima gelar untuk adat istiadat dan budaya Minangkabau. Budi seperti apa yang diperbuat? Apa faedahnya bagi adat Minang? Ini harus dijelaskan sejelas-jelasnya.

Kemudian soal gelar. Apa nama gelar yang akan diberikan? Siapa atau suku mana pemilik sah gelar itu? Siapa pimpinan pesukuan yang sah memberikan gelar itu.

Harus jelas dulu duduk tegak, barih balabeh, pusek jalo pumpunan ikan, sasok jarami posisi kebesaran gelar yang akan diberikan itu. Tabang basitumpu, inggok mancakam.

Posisi dan asal usul gelar itu harus jelas. Ini sebagai bukti otentik dan legalnya kepemilikan gelar itu untuk dipakaikan kepada si penerima. Artinya, bukan baju orang pula yang disorongkan ke orang lain.

Semua proses itu dilakukan secara seksama, transparan dan tentu berjenjang oleh segenap pemangku kepentingan soal adat istiadat. Tak bisa main cepat, apalagi main krumuk-krumuk saja.

Bajanjang naiak, batanggo turun. Bakaji awa sampai akhia. Bajalehan asa jo usua. Tibo di bukik badakikan, tibo di lurah yo baturuni. Marosok saabiah sauang. Baretong sudah-sudah. Barundiang yo sampai-sampai.

Kato dahulu badapati, kato kudian kato bacari. Kato surang babulek i, kato basamo bapaiyokan. Nan bana kato saiyo. Kok dapek bulek, yo samo sagolek, dapek picak yo samo satapiak.

Kato putuih, rundiangan usai. Cupiang indak ka baambak, lamah indak ka batau lai. Tatilantang ka samo makan angin, tatungkuik ka samo makan tanah. Rundiang putuih jo mufakaik. Kaputusan ndak bisa diungkai lai.

Begitu sekelumit ketentuan soal pemberian gelar sangsako yang coba dipahami. Ketentuan itu sampai sekarang rasa-rasanya belum atau tak pernah berubah. Itu juga sampai sekarang.

Yang jelas, gelar Sangsako itu adalah gelar terhormat yang diberikan kepada individu atau lembaga terhormat yang (dinilai) pantas, karena telah berbuat atau memberi nilai lebih pada adat Minangkabau, perbuatan itu lalu dipandang sebagai jasa oleh si pemberi.

Bentuk jasa itu beragam. Bisa jadi dalam bentuk bertali budi (karena hutang budi), bisa jadi juga bertali ameh (karena pemberian berupa materi). Begitu ketentuan adat Minangkabau menukilkannya.

Harapannya, bagaimana baju kebesaran gelar Sangsako nan terhormat itu, dipakai oleh orang/lembaga yang tepat dan terhormat. Jadi kebanggaan bagi pemberi dan umumnya ranah minang. Lalu, dihormati secara adat.

Penerima gelar Sangsako itu terhormat, karena dihormati

Baambak gadang. Baanjuang tinggi. Gadang dek baambak. Tinggi dek baanjuangkan. Bukan dek ameh sagalo kameh, dek padi sagalo jadi.

Gala nan gadang basa batuah. Gadang maknanya bagi kemenakan pesukuan yang memberi, Basa manfaatnya bagi orang se-kampung se-nagari dan bertuah (menjadi kebanggaan) bagi adat Minangkabau.

Satu hal yang perlu dipahami adalah,gelar Sangsako itu berbeda dengan gelar Pusako (misalnya gelar datuak atau gelar panghulu suku). Dan perlu digarisbawahi bahwa penerima gelar Sangsako bukanlah datuak/panghulu.

Gelar Sangsako tak bisa diwariskan kepada anak atau kepada siapapun oleh yang menerima, karena berbagai hal dan alasan. Gelar itu hanya bisa dipakai sepanjang hayat si penerima.

Setelah penerima wafat, gelar itu otomatis diambil kembali, lalu dilipat oleh pesukuan yang memberi. Istilah adatnya sahabih kuciang, sahabih ngeong. Kabau pai kubangan tingga.

Kalau gelar Pusako, semisal gala datuak/panghulu, itu gelar waris pesukuan. Warih dijawek, pusako batolong. Mati datuak baganti datuak, nan pusako bapakaikan.

Biriak-biriak tabang ka samak
Tibo disamak malompek paran
Dari paran ka halaman
Dari niniak turun ka mamak
Dari mamak ka kamanakan
Dek kamanakan utang manaruihkan. (*)

(Penulis : Tomi Dt.Tanbijo, Wartawan Singgallang)
Gelar Sangsako di Ranah Minang Reviewed by Unknown on April 03, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar:

All Rights Reserved by NerSumbar.Com © 2017 - 2018
Supported By Medianers, Designed by Sweetheme

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.