Media Sosial Masyarakat Minang
NerSumbar.Com--Pada saat ini, media sosial memiliki peran yang sangat penting dalam penyebaran informasi.
Hal-hal yang dianggap menarik mudah sekali menjadi viral di dunia maya, dan dibicarakan oleh penguna media sosial (medsos).
Mungkin masih hangat di kepala kita tentang pernikahan Bayu Kumbara dengan seorang bule cantik bernama Jeniver. Pernikahan mereka menjadi sorotan para netizen, karena di anggap pernikahan yang unik.
Seorang laki-laki biasa yang jauh dari simbol-simbol ‘’ketampanan’’ bisa memperistri seorang bule cantik asal inggris. Sontak ketika itu si Bayu Kumbara menjadi selebriti di dunia maya.
Masyarakat Minangkabau telah memiliki suatu media untuk bersosialisasi sejak dahulunya. Meskipun dahulunya internet belum berkembang seperti sekarang, telah ada sesuatu yang mewadahi untuk penyebaran informasi secara berantai seperti halnya medsos yang di sebut dengan lapau kopi.
Di lapau kopi inilah masyarakat membicarakan isu-isu yang sedang hangat di lingkungannya. Disaat masyarakat belum mengenal medsos dan internet, lapau kopi telah menjadi media bagi masyarakat untuk berhubungan dan berbagi informasi.
Belum ada tulisan ilmiah yang menjelaskan tentang bagaimana sejarah dan perkembangan lapau kopi ini dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Bahkan seorang Sarjana Antropologi dari Universitas Andalas, Legi Nofajri juga tidak dapat menjelaskan tentang sejarah tersebut.
Akan tetapi dia menyampaikan kepada penulis saat ditemui di sebuah lapau kopi di Nagari Barulak bahwa lapau kopi dan karakter masyarakat saling mempengaruhi, bisa jadi lapau kopi itu ada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sebaliknya karakter masyarakat itu sendiri juga di pengaruhi dengan adanya lapau kopi tersebut.
“Masyarakat minang terbiasa dengan budaya lisan ketimbang tulisan. Pewarisan budaya kepada dalam masyarakat disampaikan secara lisan. Bahkan sejarah Minangkabau sendiripun tidak dituliskan melainkan disampaikan dengan penuturan yang di sebut kaba”, ucap Legi, Lulusan S1 Antropologi Unand.
Karena, Suka maota inilah masyarakat suka nongkrong di warung kopi. Disana mereka biasanya mengobrol dan melakukan debat kusir yang dalam masyarakat Minang disebut maota, dari sinilah muncul istilah ota lapau (obrolan di warung kopi) di Masyarakat Minangkabau.
Disana mereka juga sering bercanda dan saling menyindir bahkan kadang mem-bully tetapi tidak dengan tujuan yang serius, ini disebut dengan garah lapau (candaan di warung kopi). Meskipun ada yang disindir dan di buli di lapau, dia tidak akan memasukannya ke dalam hati. Bagi mereka, semua yang terjadi di lapau akan habis di lapau.
Yang biasa nongkrong di lapau adalah kaum laki-laki di pagi hari menjelang bekerja dan sore atau malam harinya setelah rutinitas pekerjaannya diselesaikan. Bahkan, tidak jarang lapau kopi ini di jadikan masyarakat sebagai Job Fair dadakan. Bagi laki-laki di kampung yang tidak memiliki pekerjaan, biasanya memilih untuk nongkrong di lapau kopi, dengan harapan untuk mendapatkan informasi lowongan kerja, maupun diajak oleh pengunjung lapau kopi lainnya.
Lapau kopi seperti menjadi media penyebaran informasi dalam masyarakat Minang dan tidak diketahui bagaimana hal tersebut bermula. Disini informasi di sampaikan dan tersebar secara merantai. Jika sekarang ada orang yang tidak memiliki akun medsos akan diangap kurang gaul, dulu laki-laki yang tidak suka nongkrong di lapau kopi akan dianggap kurang pergaulan.
Saat ini tidak jarang terjadi perselihan diantara selebriti yang hanya karena saling sindir di medsos. Bahkan ada motivator terkenal yang melaporkan suatu akun medsos yang dianggap mem-bully atau menghina. Hal ini tidak terjadi di warung kopi, meskipun ada orang yang di bully habis-habisan disana, ia tidak sakit hati apalagi sampai melaporkan kepada kepolisian.
Tidak ada salahnya kita membiasan kembali untuk nongkrong di lapau kopi, berinteraksi dengan orang-orang secara langsung, tidak hanya melalui gadget atau laptop. Dengan demikian kita terlihat lebih berani berhadapan dengan orang, tidak hanya mengeluarkan opini di medsos apalagi dengan akun palsu.
Penulis teringat dengan sebuah filosofi ; semakin tinggi jabatan seseorang senjatanya semakin pendek. Ingat, raja itu senjatanya pendek yaitu keris tetapi prajuritnya bersenjata tombak yang panjang.
“Semakin kecil kita, semakin panjang senjata yang dibutuhkan untuk bisa meyerang musuh dari jarak jauh. Sekarang jaraknya lebih jauh lagi, melalui sosmed,”(Rahmad afdi)
Hal-hal yang dianggap menarik mudah sekali menjadi viral di dunia maya, dan dibicarakan oleh penguna media sosial (medsos).
Mungkin masih hangat di kepala kita tentang pernikahan Bayu Kumbara dengan seorang bule cantik bernama Jeniver. Pernikahan mereka menjadi sorotan para netizen, karena di anggap pernikahan yang unik.
Seorang laki-laki biasa yang jauh dari simbol-simbol ‘’ketampanan’’ bisa memperistri seorang bule cantik asal inggris. Sontak ketika itu si Bayu Kumbara menjadi selebriti di dunia maya.
Masyarakat Minangkabau telah memiliki suatu media untuk bersosialisasi sejak dahulunya. Meskipun dahulunya internet belum berkembang seperti sekarang, telah ada sesuatu yang mewadahi untuk penyebaran informasi secara berantai seperti halnya medsos yang di sebut dengan lapau kopi.
Di lapau kopi inilah masyarakat membicarakan isu-isu yang sedang hangat di lingkungannya. Disaat masyarakat belum mengenal medsos dan internet, lapau kopi telah menjadi media bagi masyarakat untuk berhubungan dan berbagi informasi.
Belum ada tulisan ilmiah yang menjelaskan tentang bagaimana sejarah dan perkembangan lapau kopi ini dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Bahkan seorang Sarjana Antropologi dari Universitas Andalas, Legi Nofajri juga tidak dapat menjelaskan tentang sejarah tersebut.
Akan tetapi dia menyampaikan kepada penulis saat ditemui di sebuah lapau kopi di Nagari Barulak bahwa lapau kopi dan karakter masyarakat saling mempengaruhi, bisa jadi lapau kopi itu ada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sebaliknya karakter masyarakat itu sendiri juga di pengaruhi dengan adanya lapau kopi tersebut.
“Masyarakat minang terbiasa dengan budaya lisan ketimbang tulisan. Pewarisan budaya kepada dalam masyarakat disampaikan secara lisan. Bahkan sejarah Minangkabau sendiripun tidak dituliskan melainkan disampaikan dengan penuturan yang di sebut kaba”, ucap Legi, Lulusan S1 Antropologi Unand.
Karena, Suka maota inilah masyarakat suka nongkrong di warung kopi. Disana mereka biasanya mengobrol dan melakukan debat kusir yang dalam masyarakat Minang disebut maota, dari sinilah muncul istilah ota lapau (obrolan di warung kopi) di Masyarakat Minangkabau.
Disana mereka juga sering bercanda dan saling menyindir bahkan kadang mem-bully tetapi tidak dengan tujuan yang serius, ini disebut dengan garah lapau (candaan di warung kopi). Meskipun ada yang disindir dan di buli di lapau, dia tidak akan memasukannya ke dalam hati. Bagi mereka, semua yang terjadi di lapau akan habis di lapau.
Yang biasa nongkrong di lapau adalah kaum laki-laki di pagi hari menjelang bekerja dan sore atau malam harinya setelah rutinitas pekerjaannya diselesaikan. Bahkan, tidak jarang lapau kopi ini di jadikan masyarakat sebagai Job Fair dadakan. Bagi laki-laki di kampung yang tidak memiliki pekerjaan, biasanya memilih untuk nongkrong di lapau kopi, dengan harapan untuk mendapatkan informasi lowongan kerja, maupun diajak oleh pengunjung lapau kopi lainnya.
Lapau kopi seperti menjadi media penyebaran informasi dalam masyarakat Minang dan tidak diketahui bagaimana hal tersebut bermula. Disini informasi di sampaikan dan tersebar secara merantai. Jika sekarang ada orang yang tidak memiliki akun medsos akan diangap kurang gaul, dulu laki-laki yang tidak suka nongkrong di lapau kopi akan dianggap kurang pergaulan.
Saat ini tidak jarang terjadi perselihan diantara selebriti yang hanya karena saling sindir di medsos. Bahkan ada motivator terkenal yang melaporkan suatu akun medsos yang dianggap mem-bully atau menghina. Hal ini tidak terjadi di warung kopi, meskipun ada orang yang di bully habis-habisan disana, ia tidak sakit hati apalagi sampai melaporkan kepada kepolisian.
Tidak ada salahnya kita membiasan kembali untuk nongkrong di lapau kopi, berinteraksi dengan orang-orang secara langsung, tidak hanya melalui gadget atau laptop. Dengan demikian kita terlihat lebih berani berhadapan dengan orang, tidak hanya mengeluarkan opini di medsos apalagi dengan akun palsu.
Penulis teringat dengan sebuah filosofi ; semakin tinggi jabatan seseorang senjatanya semakin pendek. Ingat, raja itu senjatanya pendek yaitu keris tetapi prajuritnya bersenjata tombak yang panjang.
“Semakin kecil kita, semakin panjang senjata yang dibutuhkan untuk bisa meyerang musuh dari jarak jauh. Sekarang jaraknya lebih jauh lagi, melalui sosmed,”(Rahmad afdi)
Media Sosial Masyarakat Minang
Reviewed by Unknown
on
Mei 06, 2017
Rating:

Tidak ada komentar: