APA YANG KITA INGINKAN, ITU YANG KITA DAPAT
Ciloteh Tanpa Suara- Dua orang sahabat di MTSn dulu, setelah 20 tahun tak bertemu, tanpa sengaja bertemu di kolam renang Kasiah Bundo, Jorong Pulutan Nagari Koto Tuo Kecamatan Harau. Setelah saya mengarahkan dimana bagus untuk berfoto. Saya mendengar sapaan seseorang.
“ Hei, kalau tidak salah kamu kan Rahmatusyakdiah teman sebangku di Tsanawiah dulu. Wah, berarti telah dua puluh tahun kita tak bertemu “ Ujar seorang wanita yang kemudian dikenal bernama Eka Yulia Sari.
“Wah kamu semakin cantik saja Eka, apa kerjamu sekarang dan sudah punya anak berapa ?” jawab dan Tanya Rahmatusyakdiah kepada Eka Yulia Sari.
“ Saya bekerja sebagai Notaris, dan saya hanya punya anak seorang perempuan dan kamu sudah punya anak berapa “ jawab Eka Yulia Sari.
“ saya sudah punya lima orang, bertiga diantaranya sedang berenang di sebelah“ sambil mereka duduk di taman.
“ kamu dan suamimu kerja apa sekarang ?” tanya Eka Yulia Sari
“ biasa mengajar mengaji di mushala depan rumah dan suami yaa kadang-kadang memberikan pengajian” jawab Rahmatusyakdiah singkat merendahkan diri.
“ hanya dengan mengajar mengaji dan memberikan pengajian kamu bisa menguliahkan dan menyekolahkan anakmu berlima ?. Saya dengan punya anak satu saja , sudah susah mencarikan biaya kuliah di kedokteran “ jawab Eka Yulia Sari sambil menyombongkan diri anaknya kuliah dikedokteran.
“ terhadap rezki, Allah yang mengaturnya Eka, berapa banyak rezki yang kita terima apabila kita tidak bersyukur tentu semuanya tidak akan cukup, ohya suami mu kok tak kelihatan ? tanya Rahmatusyakdiah mengalihkan pembicaraan.
“ itulah nasib saya kawan, Saya telah punya suami tiga orang, dengan suami pertama itu, saya dapat anak perempuan dan dia meninggal pada tahun 2007. Kemudian saya menikah lagi dan bercerai. Pada tahun 2015 saya menikah ketiga kalinya dan hanya bertahan satu tahun dan kami juga berpisah. Tinggal saya lagi sendirian untuk membesarkan anak saya.
Itulah sejak dari awal kita sekolah dulu saya bertekat, untuk menjadi wanita karir dan mandiri untuk berjaga-jaga apabila suami meninggal dan bercerai kita masih mampu bertahan hidup dan memberikan kasih sayang buat anak-anak, coba saya dulu tidak kuliah dan tidak menjadi Notaris dan bekerja tentu mungkin sudah menjadi pembantu dikeluarga orang “ jawab Eka Yulia Sari.
“ wah, semangatmu tidak berubah sejak kita di Tsanawiah dulu, sebagai juara di sekolah dan rajin membaca wanita yang bercita cita ingin sukses di pendidikan dan berhasil dalam karir itu telah kamu dapat. Beda dengan saya yang hanya mau mengaji dan sampai sekarang hanya bekerja sebagai guru mengaji di Mushala dan hanya mengabdi kepada Allah dan mengabdi serta patuh kepada suami serta mengurus anak-anak.
Itulah hidup, apa yang kita peroleh sekarang adalah akibat cita-cita kita dulu, apa yang kita tanam tentu saja itu yang kita raih. Apa yang kita inginkan, itulah yang kita dapatkan. Kitalah yang memberikan standar tentang tujuan hidup kita kemana yang akan kita tuju. Ada orang memberikan standar kesuksesan hidup mereka adalah pendidikan tinggi, jabatan bagus, harta dan materi melimpah seperti rumah yang bagus, mobil yang mewah, dan asesoris yang serba mahal. Padahal Allah SWT sudah menegaskan bahwa kesuksesan seseorang jika di akherat nanti terhindar dari api neraka dan masuk ke dalam surga-Nya. “ terang Rahmatusyakdiah. Sementara, anak Rahmatusyakdiah datang menghampiri.
“pulang kita lagi bu, ayah sudah datang menjemput kita, ujar anak Rahmatusyakdiah” menghampiri ibunya. Dari kejauhan suami Rahmatusyakdiah sudah terlihat sambil tersenyum kepada mereka.
“Itu suami saya, di samping memberikan pengajian dia juga anggota DPRD, dan kami lebaran ini pulang kampung bersama anak-anak sambil bertemu sanak saudara dan teman-teman, saya permisi dulu ya Eka Yulia Sari, dan apabila ada kesempatan jalan-jalanlah kerumah “ ujar Rahmatusyakdiah sambil tersenyum.
Entah apa yang menyebabkan, membalas senyuman dari sahabat lamanya Rahmatusyakdiah perempuan sukses Eka Yulia Sari mukanya merah padam dan terngiang kata kata dari sahabatnya “Apa yang kita inginkan, itulah yang kita dapatkan”.
Serasa mendapat pelajaran, dia merenung tentang kehidupan. Eka Yulia Sari sejak remaja, membayangkan dengan pendidikan tinggi dan mempunyai karir akan dapat memperoleh kehidupan yang berbahagia. Pendidikan dan karir serta materi telah dia dapatkan. Tetapi dia menyadari, bahwa pendidikan dan karir tujuannya adalah berjaga-jaga kalau nanti suaminya meninggal atau bercerai dia akan tetap mampu hidup mandiri. Memang itulah yang dia dapat tiga kali berumah tanggal selalu gagal.
Dia mengingat guru agamanya dulu. Hakikat hidup di dunia telah dijelaskan oleh Allah swt dalam firman-Nya, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS Al-Hadid: 20)
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan. Melalaikan dari apa? Dari tujuan hidup yang sesungguhnya, dari tugas hidup yang sesungguhnya yaitu mengabdi kepada Allah swt. Manusia telah bersibuk dan terjebak dengan permainan yang melalaikan sehingga seluruh detik-detik hari dan nafasnya dipergunakan hanya untuk mengejar permainan ini, sehingga mereka melupakan tujuan hidup yang sesungguhnya. Allah SWT juga berfirman, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS At-Takatsur: 1-2)
Kehidupan ini hanyalah permainan dan senda gurau, seperti anak kecil yang sedang berlomba membangun rumah-rumahan dari pasir di pantai. Ia membangun rumah-rumahan dari pasir di pantai. Ia membangun dengan serius. Ia hiasi rumah pasir itu dengan seindah-indahnya, tetapi setelah jadi, air pasang menyapunya.
Hidup di dunian ini, ternyata ada yang harus kita waspadai lagi. Yaitu merasa bahagia di dunia padahal itu adalah hukuman dari Allah Ta’ala, karena ia bahagia tidak diatas landasan Agama Islam yang benar. Allah biarkan seseorang bahagia sementara di dunia, Allah biarkan ia merasa akan selamat dari ancaman Allah di akhirat kelak, Allah tidak peduli kepadanya. Itulah istidraj sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, yang artinya : “Bila engkau melihat Allah Ta’ala memberi hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan) dari Allah.
Apakah benar sekarang saya bahagia ?
Pulutan 9 Juli 2017- Saiful Guci.
“ Hei, kalau tidak salah kamu kan Rahmatusyakdiah teman sebangku di Tsanawiah dulu. Wah, berarti telah dua puluh tahun kita tak bertemu “ Ujar seorang wanita yang kemudian dikenal bernama Eka Yulia Sari.
“Wah kamu semakin cantik saja Eka, apa kerjamu sekarang dan sudah punya anak berapa ?” jawab dan Tanya Rahmatusyakdiah kepada Eka Yulia Sari.
“ Saya bekerja sebagai Notaris, dan saya hanya punya anak seorang perempuan dan kamu sudah punya anak berapa “ jawab Eka Yulia Sari.
“ saya sudah punya lima orang, bertiga diantaranya sedang berenang di sebelah“ sambil mereka duduk di taman.
“ kamu dan suamimu kerja apa sekarang ?” tanya Eka Yulia Sari
“ biasa mengajar mengaji di mushala depan rumah dan suami yaa kadang-kadang memberikan pengajian” jawab Rahmatusyakdiah singkat merendahkan diri.
“ hanya dengan mengajar mengaji dan memberikan pengajian kamu bisa menguliahkan dan menyekolahkan anakmu berlima ?. Saya dengan punya anak satu saja , sudah susah mencarikan biaya kuliah di kedokteran “ jawab Eka Yulia Sari sambil menyombongkan diri anaknya kuliah dikedokteran.
“ terhadap rezki, Allah yang mengaturnya Eka, berapa banyak rezki yang kita terima apabila kita tidak bersyukur tentu semuanya tidak akan cukup, ohya suami mu kok tak kelihatan ? tanya Rahmatusyakdiah mengalihkan pembicaraan.
“ itulah nasib saya kawan, Saya telah punya suami tiga orang, dengan suami pertama itu, saya dapat anak perempuan dan dia meninggal pada tahun 2007. Kemudian saya menikah lagi dan bercerai. Pada tahun 2015 saya menikah ketiga kalinya dan hanya bertahan satu tahun dan kami juga berpisah. Tinggal saya lagi sendirian untuk membesarkan anak saya.
Itulah sejak dari awal kita sekolah dulu saya bertekat, untuk menjadi wanita karir dan mandiri untuk berjaga-jaga apabila suami meninggal dan bercerai kita masih mampu bertahan hidup dan memberikan kasih sayang buat anak-anak, coba saya dulu tidak kuliah dan tidak menjadi Notaris dan bekerja tentu mungkin sudah menjadi pembantu dikeluarga orang “ jawab Eka Yulia Sari.
“ wah, semangatmu tidak berubah sejak kita di Tsanawiah dulu, sebagai juara di sekolah dan rajin membaca wanita yang bercita cita ingin sukses di pendidikan dan berhasil dalam karir itu telah kamu dapat. Beda dengan saya yang hanya mau mengaji dan sampai sekarang hanya bekerja sebagai guru mengaji di Mushala dan hanya mengabdi kepada Allah dan mengabdi serta patuh kepada suami serta mengurus anak-anak.
Itulah hidup, apa yang kita peroleh sekarang adalah akibat cita-cita kita dulu, apa yang kita tanam tentu saja itu yang kita raih. Apa yang kita inginkan, itulah yang kita dapatkan. Kitalah yang memberikan standar tentang tujuan hidup kita kemana yang akan kita tuju. Ada orang memberikan standar kesuksesan hidup mereka adalah pendidikan tinggi, jabatan bagus, harta dan materi melimpah seperti rumah yang bagus, mobil yang mewah, dan asesoris yang serba mahal. Padahal Allah SWT sudah menegaskan bahwa kesuksesan seseorang jika di akherat nanti terhindar dari api neraka dan masuk ke dalam surga-Nya. “ terang Rahmatusyakdiah. Sementara, anak Rahmatusyakdiah datang menghampiri.
“pulang kita lagi bu, ayah sudah datang menjemput kita, ujar anak Rahmatusyakdiah” menghampiri ibunya. Dari kejauhan suami Rahmatusyakdiah sudah terlihat sambil tersenyum kepada mereka.
“Itu suami saya, di samping memberikan pengajian dia juga anggota DPRD, dan kami lebaran ini pulang kampung bersama anak-anak sambil bertemu sanak saudara dan teman-teman, saya permisi dulu ya Eka Yulia Sari, dan apabila ada kesempatan jalan-jalanlah kerumah “ ujar Rahmatusyakdiah sambil tersenyum.
Entah apa yang menyebabkan, membalas senyuman dari sahabat lamanya Rahmatusyakdiah perempuan sukses Eka Yulia Sari mukanya merah padam dan terngiang kata kata dari sahabatnya “Apa yang kita inginkan, itulah yang kita dapatkan”.
Serasa mendapat pelajaran, dia merenung tentang kehidupan. Eka Yulia Sari sejak remaja, membayangkan dengan pendidikan tinggi dan mempunyai karir akan dapat memperoleh kehidupan yang berbahagia. Pendidikan dan karir serta materi telah dia dapatkan. Tetapi dia menyadari, bahwa pendidikan dan karir tujuannya adalah berjaga-jaga kalau nanti suaminya meninggal atau bercerai dia akan tetap mampu hidup mandiri. Memang itulah yang dia dapat tiga kali berumah tanggal selalu gagal.
Dia mengingat guru agamanya dulu. Hakikat hidup di dunia telah dijelaskan oleh Allah swt dalam firman-Nya, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS Al-Hadid: 20)
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan. Melalaikan dari apa? Dari tujuan hidup yang sesungguhnya, dari tugas hidup yang sesungguhnya yaitu mengabdi kepada Allah swt. Manusia telah bersibuk dan terjebak dengan permainan yang melalaikan sehingga seluruh detik-detik hari dan nafasnya dipergunakan hanya untuk mengejar permainan ini, sehingga mereka melupakan tujuan hidup yang sesungguhnya. Allah SWT juga berfirman, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS At-Takatsur: 1-2)
Kehidupan ini hanyalah permainan dan senda gurau, seperti anak kecil yang sedang berlomba membangun rumah-rumahan dari pasir di pantai. Ia membangun rumah-rumahan dari pasir di pantai. Ia membangun dengan serius. Ia hiasi rumah pasir itu dengan seindah-indahnya, tetapi setelah jadi, air pasang menyapunya.
Hidup di dunian ini, ternyata ada yang harus kita waspadai lagi. Yaitu merasa bahagia di dunia padahal itu adalah hukuman dari Allah Ta’ala, karena ia bahagia tidak diatas landasan Agama Islam yang benar. Allah biarkan seseorang bahagia sementara di dunia, Allah biarkan ia merasa akan selamat dari ancaman Allah di akhirat kelak, Allah tidak peduli kepadanya. Itulah istidraj sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, yang artinya : “Bila engkau melihat Allah Ta’ala memberi hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan) dari Allah.
Apakah benar sekarang saya bahagia ?
Pulutan 9 Juli 2017- Saiful Guci.
APA YANG KITA INGINKAN, ITU YANG KITA DAPAT
Reviewed by Unknown
on
Juli 08, 2017
Rating:
[…] http://nersumbar.com/apa-yang-kita-inginkan-itu-yang-kita-dapat/ […]
BalasHapus